Minggu, 17 Mei 2015

Politik Kelas Buruh Bagian II (Seputar Deklarasi Gerakan Buruh Indonesia)

Disadari atau tidak, wacana partai kaum buruh  telah menjadi perbincangan, tidak hanya dilingkaran pimpinanan namun juga di tingkatan anggota serikat buruh. Menjelang May Day 2015, Gerakan Buruh Indonesia (GBI) mulai membicarakan dan mendeklarasikan bahwa buruh membutuhkan sebuah perkakas politik yaitu partai buruh.  Walau belum menentukan bentuk partai dan program partai, wacana pembentukan partai secara umum didasari oleh kegagalan partai-partai elit dalam mensejahterakan rakyat. Bahkan partai-partai elit melakukan persengkongkolan dalam menindas rakyat.
Tidak cukup hanya dengan deklarasi kebutuhan buruh terhadap pembangunan partai. Gagasan pembangunan partai harus dikonkritkan melalui ajang konsolidasi yang demokratis hingga tercapai kesepakatan mengenai model dan program partai. Tanpa ada ajang konsolidasi yang demokratis, pembentukan partai akan pincang dan jatuh pada pangkuan kelas borjuis*.
Partai buruh ini lahir karena ditempa oleh pengalaman kaum buruh itu sendiri. Pengalaman dari perjuangan yang tak berujung dari perjungang normatif perburuhan. Pengalaman dari penipuan oleh partai elit borjuis. Pengalaman atas perkembangan kesadaran politik dari kaum buruh itu sendiri.
Karl Marx* mengingatkan kepada kita dalam karya Brumaire XVIII Louis Bonaparte tentang peran manusia dalam sejarah. Menurut Marx, "manusia membuat sejarahnya sendiri, tetapi mereka tidak membuatnya tepat seperti yang mereka sukai; mereka tidak membuatnya dalam situasi-situasi yang dipilih oleh mereka sendiri, melainkan dalam situasi-situasi yang langsung dihadapi, ditentukan dan ditransmisikan dari masa-lalu". Sehingga pembangunan partai tidak boleh hanya berdasar pada keinginan-keinginan para pimpinan serikat buruh semata.
Jadi, kenapa buruh harus membutuhkan partai
politiknya sendiri? Tujuan pembentukan partai tentu harus berdasar pada realitas ekonomi politik dalam masyarakat. Mengapa? Karena cara produksi kehidupan masyarakat akan menentukan sifat umum dari proses sosial dan politik.
Masyarakat dibawah tatanan kapitalisme, dimana kelas borjuis yang minoritas telah menyingkirkan kelas buruh sebagai produsen dari alat produksi sosial. Sementara itu, kelas borjuis membutuhkan alat kekuasaan politik melalui parlemen, tentara dan Negara untuk mempertahankan penghisapan terhadap buruh. Seperti yang dikatan oleh Marx, bahwa“badan eksekutif negara modern hanyalah merupakan sebuah komite untuk mengatur urusan-urusan bersama dari seluruh borjuasi.” Kemudian, sejak runtuhnya feodalisme hingga sekarang ini merupakan sebuah era kediktatoran kelas borjuis.”* Partai-partai borjouis masih menguasai politik nasional dan politik dunia.
II
Artinya, pembentukan partai buruh sebagai alat politik adalah untuk mengakhiri kediktatoran kelas borjuis. Tugas partai buruh adalah sebagai pelopor rakyat dalam merebut kekuasaan dan kemudian mengadakan pemerintah bagi rakyat dalam arti yang sesungguhnya. Kemudian, partai buruh yang akan dibentuk haruslah mengambil posisi saling berhadap-hadapan dengan kelas borjuis. Oleh karena itu, partai buruh memiliki prinsip, kepribadian dan kebudayaan yang berbeda dengan partai-partai borjuis. Dengan kata lain partai buruh harus memiliki independensi atau kemandirian kelas.
Maka bagi kaum revolusioner, GBI dengan kemauan dalam pembangunan partai-nya sendiri (bukan partai elit) mesti dimajukan perspektif dan gagasan-gagasannya serta turut memastikan bahwa partai yang akan dibentuk bebas dari anasir-anasir politik reformis. Kaum revolusioner menggunkan partai ini untuk melawan politik jahat kelas borjuis dan menggunakannya untuk kepentingan-kepentingan rakyat tertindas. Dan menjaga kemandirian partai ini adalah tugas dari kaum revolusioner. Oleh karena itu, tujuan kaum revolusioner saat ini bukan untuk memecah belah GBI.
Kemandirian partai bukan sesuatu yang turun dari langit, melainkan ia lahir dalam tindakan praxis keseharian partai. Tan Malaka* menyatakan bahwa, “syarat bagi partai ialah syarat dari tiap-tiap anggotanya. Buruk baiknya partai, cerdas bodohnya partai, rajin malasnya partai tergantung kepada sifat para anggotanya pula. Kepintaran, keyakinan dan ketabahan Partai tergantung kepada kepintaran, keyakinan dan ketabahan seluruhnya anggota Partai pula.” Maka, GBI pertama-tama adalah universitas revolusioner dan laboraterium bagi kelas buruh dalam menepa kesadaran dan tindakan politik yang benar.
Kenapa seperti itu? Karena mayoritas kaum buruh Indonesia terdistorsi oleh fikiran-fikiran mistis dan reformis kaum sosial demokrat* (sosdem)! Disini kaum revolusioner harus awas terhadap penyakit sosdem. Pengaruh politik sosdem tersebut telah merubah kerevolusioneran kelas buruh menjadi reformis. Ide tentang Negara Kesejahteraan (Welfare State)* tumbuh subur dan menginterupsi perjuangan revolusioner kelas buruh. "Bangkai berbau busuk" tersebut telah mengubur perjuangan kelas kedasar bumi.
Program politik Welfare State” tidak akan pernah membebasakan kaum buruh dari penghisapan para pemilik modal (korporasi). Mereka akan tetap membiarkan korporasi menjarah kekayaan alam dan mengeksploitasi buruh selama korporasi memberikan share profit kepada negara. Bagi Welfare State”, penentu dari kesejahteraan rakayat dinilai dari pertumbuhan ekonomi, dimana ekonomi berkembang dikarenakan adanya investasi.Sementara bagi kaum revolusioner, investasi mencerminkan penghisapan manusia atas manusia.
Kebijakan Welfare State” ini juga membebankan penarikan pajak kepada rakyat guna membiayai program kesehatan (BPJS), pendidikan (BOS) dan perumahan rakyat serta membayar utang luar negeri. Negara seperti ini tidak berbeda seperti “Baron”* di abad pertengahan sebagai perampok uang rakat guna menghidupi tuan.
Sekali lagi, kaum revolusioner harus berani bertarung gagasan dengan para "Bangkai berbau busuk" itu. Dan singkatnya, GBI harus menjadi tempat kursus politik, pendidikan politik serta pelatihan skill politik kelas buruh agar kemandirian kelasnya selalu terjaga.
III
Sifat partai yang akan dibentuk haruslah menjadi pemusatan dan pemersatu bagi kaum buruh. Untuk itu partai harus selalu bekerja untuk kepentingan buruh agar mendapatkan dukungan seluas-luasnya dari kalangan buruh Indonesia. Untuk mendapatkan dukungan massa buruh luas, maka kaum revolusioner dan pimpinan buruh haruslah selalu terlibat bersama dalam dinamika massa kaum buruh. Bekerja ditengah-tengah massa buruh adalah keharusan dalam mengkonkritkan gagasan pembangunan paratai buruh. Dari sanalah gagasan pembagunan partai dapat diserap dan dicerna oleh massa kaum buruh.
Mekanisme Sentralisme Demokrasi* berlaku dalam pembangunan partai buru ini. Yaitu, pembangunan partai dilakukan oleh kaum buruh dari mulai tingkatan anggota, dengan melakukan pendidikan politik bersama bahkan dapat diadakan konferensi politik dari tingkat PUK (Pimpinan Unit Kerja)/ Basis/ PTP (Pengurus Tingkat Perusahaan), antar PUK/ basis/ PTP serta anatar serikat buruh. Rukun belajar dan konferensi politik di antara sesama buruh merupakan cermin demokrasi yang sesungguhnya dan kemudian menyatukan sikap politik bersama dan dikerjakan secara bersam-sama pula. Selanjutnya dapat kita uji melalui mobilisasi politik massa aksi kaum buruh.
Inilah yang kita sebut sebagai partai massa buruh. Partai yang melibatkan massa luas dari kaum buruh. Partai yang melibatkan aktivitas kaum buruh dalam lapangan politik. Partai yang mewakili kepentingan kaum buruh.
IV
Dalam lontaran deklarasi oleh GBI, bahwa kaum buruh sudah lama dibodoh-bodohi oleh elit politik borjuasi yang sedang berkuasa dan pemerintah tidak bisa diharapkan lagi untuk mensejahteraan rakayat. Kemudian juga menginsafi keterbatasan dari serikat buruh, maka yang dibutuhkan gerakan buruh adalah partai politik sendiri.
Memang gagasan tersebut cukup revolusioner. Akan tetapi, jika hanya “ganas” diatas kertas saja,  maka deklarasi itu adalah sebuah pekerjaan yang sia-sia! Oleh karena itu, deklarasi tersebut harus diaktualisasikan dalam tindakan konkrit. Untuk membimbing tindakan dari partai massa yang akan dibangun adalah sebuah Platform  dan program!
Platform disini memiliki arti sebuah prinsip utuh dari partai buruh yang akan dibentuk. Dari pengalaman historis, bahwa sumber dari penderitaan kaum buruh adalah sistem kapitalisme. Maka secara terang-terangan bahwa partai yang akan dibentuk adalah partai yang anti terhadap sistem kapitalisme.
Kemudian, partai ini akan dibentuk untuk memperjuangkan kepentingan massa buruh yang jelas-jelas bertentangan dengan partai-partai borjuis. Maka sesungguhnya partai buruh telah memberi garis demarkasi yang jelas terhadap elit dan partai borjuis. Artinya,partai yang akan dibentuk menolak bekerjasama dengan partai politik borjuasi.
Guna terus membesarkan kekuatan politik berlawan terhadap pemerintahan borjuis ini, maka partai buruh harus mencari sekutu berjuang yaitu dengan kaum tani, nelayan, kaum miskin kota serta pelajar dan mahasiswa progresif. Hanya dengan persekutuan ini, dengan kepemimpinan partai buruh perjuangan akan semakin mendekati kemenangan!
Selanjutnya, pendirian partai ini, mau tidak mau bertujuan merebut kekuasaan kelas borjuasi dan membangun pemerintahan rakyat dalam arti yang sesungguhnya. Kelas buruh berkuasa dengan beraliansi dengan sekutu tertindas lainnya.
Kemudian partai buruh ini dalam aktivitas politiknya berdasar pada programatik. Sekurang-kurangnya program yang dimiliki oleh partai buruh yang akan dibentuk oleh GBI (Jika terjadi konferensi politik dari tingkatan massa buruh, tidak menutup kemungkinan ada penambahan-penambahan program politik yang lebih revolusioner) meliputi:
  1. Menghapus Regulusi Pro Kapitalis dan Buat Regulasi Pro Terhadap Rakyat
  2. Nasionalisasi Asset-Aset Steratesis
  3. Bangun Industrialisasi Nasional yang Kuat dan Mandiri
  4. Reforma Agrarian Sejati
  5. Kesehatan, Pendidikan dan Perumahan Gratis Berkualitas
Catatan:
Kelas Borjuis: kelas yang terdiri dari orang-orang yang menguasai alat-alat produksi dan modal.
Karl Marx: Ia adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan serta pelopor utama gagasan "Sosialisme Ilmiah." Ia dilahirkan di Trier, Prusia, 5 Mei 1818 - meninggal di London, Inggris, 14 Maret 1883 pada umur 64 tahun. Seluruh karya pemikirannya didedikasikan kepada pembebasan kaum buruh dari penghisapan kaum borjuis.
Kediktatoran kelas borjuis”: Selama kelas borjuasi berkuasa secara ekonomi politik, ia akan selalu menjalankan penghisapan terhadap kelas buruh.
Tan Malaka: seorang aktivis kemerdekaan Indonesia, filsuf kiri, pemimpin Partai Komunis Indonesia, pendiri Partai Murba, dan Pahlawan Nasional Indonesia. Dia lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1897. Tan Malaka menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional Indonesia pada 28 Maret 1963 atas Keppres No. 53 Tahun 1963.
Sosial Demokrat: Sosial demokrat merupakan idiologi politik yang menggabungkan sosialisme dengan unsur – unsur kapitalisme yang di anggap sesuai. Sosial demokrak (sosdem) berkembang dari gerakan – gerakan buruh di eropa, Tokoh yang dianggap berpengaruh mengembangkan ide sosial demokrak (sosdem) adalah Eduard Bernstein.
Negara Kesejahteraan (Welfare State): Konsep Negara dengan penggabungan antara kapitalisme dan sosialisme.
Bangkai berbau busuk: kata-kata Rosa Luxemburg, yang pada tanggal 4 Agustus 1914 menamai Sosial-Demokrasi Jerman.
Baron: Gelar kaum bangsawan di Eropa sebagai pemilik tanah dan kalangan kerabat kerajaan.
Sentralisme Demokrasi: merupakan mekanisme pengambilan keputusan secara demokratis oleh seluruh anggota dan menjalankan keputusan secara kolektif serta terpusat dalam aktivitas praxisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar