PERNYATAAN SIKAP
POLITIK
Persatuan Buruh
Indonesia Bersama Massa Rakyat
Membangun Alat
Politik Melawan Pasar Bebas
Dampak dari krisis ekonomi global masih menjadi faktor
melambatnya pertumbuhan ekonomi dan melahirkan kesenjangan sosial. Krisis
ekonomi global tidak lain adalah krisis kapitalisme. Filosofi dari
kapitalisme adalah kebebasan dan persaingan. Dasar filosofi tersebutlah yang
mengerakan praktik monopoli. Persaingan untuk memonopoli, kemudian didalamnya
memunculkan kontadiksi-kontradiksi yang tidak bisa dihindari, sehingga
kapitalis saling berlomba dalam mengakumulasikan modal sebanyak-banyaknya.
Akibat perlombaan tersebut, rakyat semakin tereksploitasi dan menderita,
akhirnya pada titik tertentu daya beli masyarakat menurun dan industri mengalami
over produksi.
Namun
praktik penyelamatan krisis kapitalisme oleh pemerintahan borjuasi dengan
melakukan, pertama, meminta bantuan (utang) kepada lembaga keuangan
internasional seperti IMF dan World Bank. Kedua, memberikan dana stimulus atau
dana talangan kepada industri ataupun perbankan yang bangkrut. Ketiga,
pemerintah borjuasi melakukan pengetatan-pengetan anggaran sebagai langkah
penghematan anggaran. Dari langkah penyelamatan krisis tersebut telah
mengorbankan kehidupan rakyat –artinya, rakyatlah yang menanggung
penderitaannya dari langkah-langkah penyelamatan
krisis kapitalisme tersebut.
Krisis Ekonomi dan Jalan Penindasan
Kapitalisme
Skema
lain dalam penyelesaian krisis
kapitalisme yakni dengan modus ekspansi modal ke daerah yang memiliki sumber daya alam berlimpah, termasuk Indonesia. Situasi krisis kapitalisme inilah yang kemudian mendorong penindasan yang berujung pada pemassifan agenda liberalisasi melalui pembentukan pasar bebas yang diwujudkan dalam regionalisme kawasan dan pembangunan konektivitas kawasan. Regionalisme ini tidak lain adalah globalisasi dalam prinsip ekonomi kapitalisme. Hal ini sebagai salah satu strategi bagi perusahaan multinasional dan lembaga-lembaga keuangan internasional mencari cara agar dominasi dan kekuasaan terus berlanjut.
kapitalisme yakni dengan modus ekspansi modal ke daerah yang memiliki sumber daya alam berlimpah, termasuk Indonesia. Situasi krisis kapitalisme inilah yang kemudian mendorong penindasan yang berujung pada pemassifan agenda liberalisasi melalui pembentukan pasar bebas yang diwujudkan dalam regionalisme kawasan dan pembangunan konektivitas kawasan. Regionalisme ini tidak lain adalah globalisasi dalam prinsip ekonomi kapitalisme. Hal ini sebagai salah satu strategi bagi perusahaan multinasional dan lembaga-lembaga keuangan internasional mencari cara agar dominasi dan kekuasaan terus berlanjut.
Pasar
tenaga kerja di ASEAN akan ditentukan berdasarkan kebutuhan industri sesuai
dengan spesialisasi yang dimiliki. Dan masing-masing negara ASEAN dikenal
memiliki tenaga kerja dengan keahlian tertentu, misalnya saja beberapa Negara
yang mayoritas dari sektor tenaga kerjanya telah melakukan spesialisasi
tertentu, yakni seperti India yang menjadi sasaran perusahaan-perusahan IT,
Thailand untuk perusahaan Automotif dan elektronik, Taiwan dan Malaysia untuk
perusahaan elektronik, atau Singapura untuk perusahan bisnis yang memerlukan
tenaga professional, atau Indonesia dikenal sebagai pemasok tenaga perawat
cukup baik dikawasan ASEAN.
Oleh
karena itu, liberalisasi tenaga kerja ASEAN sangat dibutuhkan oleh para
kapitalis untuk menopang rantai produksi, dimana yang sebelumnya korporasi
kesulitan untuk mencari tenaga kerja sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan,
namun dengan arus bebas tenaga kerja korporasi akan dengan mudah mendatangkan
tenaga kerja dari negara lain yang memiliki keahlian tertentu. Dan buruh lah
yang paling dirugikan dalam mekanisme pasar bebas ini.
Deregulasi Pro Kapitalis
Dengan
jumlah penduduk mencapai 240 juta, Indonesia tetap menjadi pasar menarik bagi
investor. Pemerintah memberikan
kemudahan-kemudahan berupa insentif bagi investor, yaitu diantaranya dengan
memberlakukan hilirisasi industri pertambangan, pemberian bebas pajak serta
rencana untuk merevisi daftar negatif investasi (DNI). Percepatan investasi
juga dilakukan melalui penyederhanaan perizinan dengan mengefektifkan fungsi pelayanan
terpadu satu pintu (PTSP) dan menyederhanakan jenis-jenis perizinan investasi. Maka, Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) tidak memberikan keuntungan apa-apa bagi rakyat justru
sebaliknya akan mendatangkan kerugian, karena rakyat
dari masing-masing Negara akan semakin bersaing merebut pekerjaan yang terbatas
untuk bisa bertahan hidup. Dan hal ini sudah pasti hanya akan mendatangkan
keuntungan bagi kaum berpunya (para pemodal/ investor).
Sementara itu,
DPR telah menyetujui 159 RUU masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
tahun 2015-2019. Dari jumlah itu, juga disepakati terdapat 37 RUU yang menjadi
Prolegnas tahun 2015. Diantaranya adalah RUU tentang Peubahan Atas UU.No. 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, RUU tentang
Perubahan atas UU.No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,
RUU tentang perubahan atas UU. N0. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Deregulasi tersebut, tentu sarat kepentingan para elit dan pengusaha. Dimana
perundang-undangan dibuat untuk memassifkan liberalisasi pasar bebas.
Deregilasi ini juga akan menghilangkan peran dan tanggung jawab negara, karena
semua diserahkan kepada mekanisme pasar.
Kebijakan
politik liberal lainya adalah penghapusan bertahap subsidi rakyat, sehingga
harga BBM, listrik, gas elpiji, tiket kereta
api, kesehatan, pendidikan, beras dan komoditas pertanian lainnya mengalami
kenaikan.
Dengan kata lain, “subsidi untuk rakyat kecil diperkecil, tapi konglomerat
diberikan kemudahan fasiltas penanaman modal yang besar.” Sehingga kenaikan upah per Januari 2015 tidak ada
gunanya, kareana riil upah buruh mengalami penurunan sebesar 3,23 persen
sehingga melemahkan daya beli.
Dengan
kebebasan pasar tenaga kerja, maka Indonesia akan berpotensi meningkatkan angka
pengangguran dan kemiskinan, karena hilangnya peran negara untuk memastikan
penyerapan tenaga kerja. Data BPS menyebutkan, tenaga kerja Indonesia lebih
banyak didominasi oleh mereka yang berlatarbelakangpendidikan belum tamat SD
atau SD dan SMP sebanyak 77,8 juta orang. Jumlah angkatan kerja yang berlatar
belakang SMA dan pendidikan tinggi hanya sebanyak 40,2 juta orang.
Arus
bebas tenaga kerja juga memberikan dampak terhadap persoalan upah. Kehadiran
tenaga kerja asing di suatu Negara memberikan satu ancaman bagi perbedaan upah
yang begitu mencolok terhadap upah tenaga kerja lokal. Sementara itu, Irianto Simbolon sebagai Derektorat
Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial, Kementrian
Ketenagakerjaan mengatakan “kenaikan upah
minimum akan ditentukan dua tahun sekali, agar meningkatkan kesejahteraan
pekerja dan tidak membebani pengusaha.” Selanjutnya, Menteri
Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengusulkan dibuatnya kerangka penetapan
UMP dalam periode 5 tahun sekali. RPP ini tidak lain adalah sebuah kebijakan politik
upah murah yang akan semakin membuat buruh terjerat dalam kemiskinan dan
penumpulan tenaga produktif. Sementara
yang dibutuhkan buruh adalah pengupahan yang berdasarkan hasil kerja buruh dan
peninjauan upah dalam waktu 6 (enam) bulan sesuai tingkat inflasi, atau bisa
dikatakan upah relatif yang berlaku secara nasional.
Sementara itu, kaum
buruh secara terus menerus dihadapkan dengan kenyataan industrial yang semakin
meminggirkan buruh. Dimana pengusaha
terus-menerus melakukan efesiensi dalam memperkaya diri, yaitu dengan penangguhan
upah, tidak memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, merumahkan atau
meliburkan yang berujung PHK massal. Selama kurun waktu 2
tahun terakhir, ribuan buruh (data FPBI saja sepanjang tahun 2013-2014 sebanyak
1500 orang belum lagi dari serikat buruh yang lain) mengalami pemutusan
hubungan kerja (PHK) secara sepihak akibat dari kesewenang-wenangan para tuan
pengusaha.
Padahal telah tertera dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2 yang berbunyi bahwa
setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Derita
krisis ekonomi hingga PHK massal seharusnya
menjadi tamparan keras bagi pemerintah untuk segera mengentaskan negara dari
kemiskinan yang kian meningkat. Akan
tetapi Negara tidak pernah hadir dalam penyelesaian persoalan rakyat.
Lalu apa yang akan
dilakukan Federasi Perjuangan Buruh Indonesia ( FPBI ) untuk antisipasi ancaman
Liberalisasi di sektor Ketenagakerjaan ???
FPBI akan mendorong pembentukan KONFEDERASI
PERSATUAN BURUH INDONESIA ( KPBI ) sebagai alat pertahan sekaligus
perlawanan terhadap ancaman-ancaman liberalisasi ketenagakerjaan dan pasar
bebas MEA. Kemudian
FPBI juga memiliki cita-cita kemerdekaan 100%, sehingga mau tidak mau, FPBI
membutuhkan alat politik yang nantinya mampu
berhadapan dengan kekuatan politik borjuasi sampai dimana rakyatlah yang
berkuasa.
FPBI secara terang-terangan mengajak rakyat untuk membangun ALAT POLITIK RAKYAT yang anti
Kapitalisme dan Anti Elit Politik Borjuasi untuk perjuangan perubahan nasib
rakyat Indonesia yakni kemerdekaan 100%.
Maka, dalam
momentum May Day 2015 ini, FEDERASI
PERJUANGAN BURUH INDONESIA mengajak seluruh kaum buruh untuk bersama-sama
menuntut kepada Negara :
- Tolak
Pemberlakuan Pasar Bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
- Buat
Undang-Undang Perlindungan Buruh
- Buat
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ( Perppu ) yang Menghapuskan Sistem Kerja Kontrak & Outsourcing.
- Buat
Permenakertrans Tentang Upah Proses
- Hapuskan Sistem Upah Murah dan Jalankan Upah
layak Nasional Yang Sama Bagi Seluruh Buruh
Indonesia.
- Tolak Peninjauan Upah 5 Tahun Sekali
- Berikan Demokrasi Seluas-luasnya Bagi Rakyat
- Berikan Subsisdi Bagi Rakyat
- Batalkan
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
- Pendidikan, Kesehatan dan Perumahan yang Layak dan
gratis
Ketua Umum FPBI
Santoso Widodo
+62 856 9502 6593
Tidak ada komentar:
Posting Komentar